Selasa, 07 Juli 2015

Apakah yang Dilarang Hanya Sodomi, bukan Homoseksualitas?

Senin 19 Ramadhan 1436 / 6 Juli 2015 15:09



Oleh: Ayub
Penulis Bina Qalam Indonesia

DISKURSUS LGBT sesungguhnya bukanlah bahasan baru dalam pergulatan pemikiran Islam di Indonesia. Pemikir liberal sudah jauh-jauh hari mencoba mencari-cari dalih pembenaran atasnya. Euforia setelahlegalisasi pernikahan sejenis di Amerika tampaknya membangkitkan kembali argumen-argumen mereka. Salah satunya melalui Ade Armando yang mengutip argumen Musdah Mulia.


Inti dari argumen Musdah, yang juga bisa dibaca di bukunya Fiqih Seksualitas, ada tiga yakni 1) tidak ada ayat al-Qur’an yang mengharamkan homoseksualitas ; 2) yang diharamkan hanyalah perilaku seksual yang keterlaluan yakni sodomi bukan perilaku seks sesama jenis. Basis argumen ini adalah bahwa hukum Islam hanya membahas “perilaku seksual” sodomi, bukannya “orientasi seksual” homoseksualitas.

Argumen pertama sebenarnya cukup naif. Ada banyak hukum yang tidak perlu mendapatkan perintah jelas berbunyi “jangan” di dalam bangunan syari’ah Islam. Sebab sedikit saja memakai akal, kita akan mengerti bahwa perbuatan yang pelakunya dicela di dalam al-Qur’an maka hukumnya jelas haram. Di dalam ilmu ushul fikih, salah satu shigat an-nahyi (bentuk larangan) adalah apabila pelaku perbuatan tersebut diancam hukuman pedih. Misalnya ketika Allah hendak melarang kita menumpukan emas dan perak tanpa mengeluarkan zakatnya, diceritakanlah perbautan keji para rahib-rahib yang menumpuk-numpuk harta serta hukuman pedih yang menunggu mereka di surah at-Taubah ayat 34. Hal yang sama pun jelas terlihat di kasus homoseksualitas ini.

Di argumen kedua, Musdah mengakui bahwa memang ada kutukan atas kaum Luth, tapi baginya yang diharamkan adalah perilaku sodomi (liwath), bukan perilaku seks sesama jenis.Musdah Mulia, di dalam bukunya Fiqh Seksualitas, menyebutkan bahwa penggunaan istilah liwath menunjukan bahwa yang dilarang dalam Islam hanyalah sodomi (perilaku seskaul) bukan ketertarikan kepada sesama jenis (orientasi seksaul) sedangkan sodomi bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk kaum heteroseksual.[1]

Memang benar bahwa semua ulama sepakat menggunakan kata liwath ketika mereka membahas hukum mengenai kegiatan seskual sesama jenis. Titik inilah yang dijadikan incaran oleh kaum liberal, sebab seolah-olah kata liwath tidak mencerminkan “orientasi seksual” dalam pengertian psikologis, dan hanya bermakna sodomi. Dugaan ini tentu sangat keliru. Kata liwath tidak hanya bermakna sodomi tapi juga bisa berarti cinta sesama jenis. Di dalam Lisan al-Arab, makna kata ini salah satunya adalah al-Hub al-Laziq bi al-Qalb yang berarti cinta yang melekat di hati.[2]

Meskipun istilah liwāṭ sesungguhnya diambil dari nama Nabi Luth, tapi makna kebahasaan yang terkandung di dalam akar katanya tetap mengikut di dalam kata liwāṭ dalam kaitannya dengan homoseksualitas.[3]Lebih lanjut, Kedudukan kata syahwat yang berarti dorongan hati di dalam surah al-A’rāf ayat 81 dan an-Naml ayat 55 sebagai maf’ūl li ajlih(pendorong perbuatan), semakin mempertegas unsur rasa kasih sayang/orientasi seksual secara psikologis di dalam perbuatan kaum Luth. Kutukan yang diturnkan kepada mereka juga ada kaitannya dengan orientasi yang mereka perturutkan.

Di dalam diskursus fikih, unsur orientasi ini memang tidak didiskusikan. Hal itu sebab fikih memang hanya berurusan dengan perbuatan zahir manusia, seperti perkataan Umar ketika hendak menjatuhkan hukum nahnu nahkum bi zawahir. Konteks pembicaraan para ulama yang dikutip dari Ensiklopedia Islam oleh Ade Armando adalah pembicaraan hukum fikih. Olehnya mereka menyebutkan haram dan terkutuknya perbuatan sodomi serta jenis hukumannya. Itu bukan berarti kecendrungan tertarik pada sesama jenis kemudian dibolehkan diumbar bahkan diminta dilegalkan seperti tuntutan aktivis LGBT.

Agar jelas, bahasan homosesksualitas dalam pandangan Islam harus dilihat dari dua sisi. Pertma, sebagai orientasi seksual (sexual orientation), ia jelas merupakan godaan syahwat yang bertentangan dengan fitrah. Allah memang mengilhamkan kecendrungan buruk (fujur) dalam hati manusia dan dengan ketakwaan hal itu harus dilawan. Seorang berorientasi homoseksual lalu mampu melawan fujur tersebut termasuk dalam orang beruntung yang disebut dalam as-Syams ayat 8-10. Kedua sebagai aktivitas seksual (sexual behaviour), yakni apabila seseorang terlibat di dalam aktivitas sesksual sejenis, hal inilah yang dijatuhi hukuman pidana yang perinciannya ada di dalam fikih.Hukumannya berbeda-beda sesuai bentuk pelampiasannya ; sodomi, sihaq (aktivitas seksual lesbian), atau bentuk kegiatan seksual lainnya.


Catatan Kaki

[1]Husein Muhammad et al, FiqhSeksualitasRisalah Islam untukPemenuhanHak-hakSeksualitas, (tt : PKBI, tth),hal95
[2] Muhammad bin Mukarram bin Manzhur al-Afriqi al-Mishri, Lisan al-‘Arab, (Beirut : Dar as-Shadir, tt) vol. VII.  hal 394.
[3]Bakr bin Abdillah Abu Zayd, Mu’jam Manahi al-Lafdzhiyah wa Ma’ahu Fawaid fi Alfadz, (Riyad : Dar al-‘Ashimah, 1996), hal 477

Tidak ada komentar:

Posting Komentar