Kamis, 14 Juli 2016

Merdekakan Dirimu dan Keluargamu

  1. Setiap kali rakyat digiring, berbondong-bondong, mendatangi Kotak Suara, untuk memilih para ‘pemimpin’nya. Namanya Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadal)
  2. Rakyat disodori pasangan orang-orang yang sesungguhnya tak pernah dikenalnya secara dekat, kecuali hanya dari media massa. Kebanyakan bahkan tak tahu reputasinya.
  3. Kalaupun pasangan itu berasal dari (mantan) ‘pemimpin’ yang (masih) menjabat, sebenarnya tidak ada bedanya. Siapa saja, sama saja.
  4. Itulah sistem demokrasi, yang tidak lain hanyalah mesin, instrumen melegitimasi seseorang menjadi ‘pemimpin’, yang sesungguhny ajuga tanpa pilihan.
  5. Slogan yang digunakan dalam mesin ini, ‘langsung, umum, bebas dan rahasia’, hanyalah ilusi semata. Yang ada adalah sebaliknya.
  6. Prosesnya jelas tidak langsung, tanpa keumuman, pilihannya tidak bebas, dan kerahasiaan tidak pernah terjaga. Semua sudah ditapis, ditentukan, sebelumnya.
  7. Pilkadal, atau Pemilu secara umum, hanyalah permainan kaum elit, kelas politisi, dengan rakyat sebagai sumber legitimasi dan pembenaran saja.
  8. Pemilu adalah instrumen ciptaan para bakir untuk menciptakan ‘kelas politisi’ tersebut, parasit masyarakat, sebagai pelindung kepentingan-kepentingan para banker itu
  9. Para politisi tidak pernah memikirkan dan bekerja untuk rakyat. Mereka bekerja demi diri sendiri dan para majikan mereka, para bankir itu.
  10. Yang disebut ‘kepentingan umum’, sebagai klaim mereka bekerja, itu pembenaran semata bagi kekuasaan negara untuk menjadikan rakyat sebagai sumber pemerasan, demi majikan.
  11. Bagi bankir, melalui para politisi ciptaan yang mereka gaji (melalui APBN), rakyat hanyalah jadi agunan, sumber pemajakan, untuk cicil utang bunga berbunga.
  12. Ya, bahkan untuk menggaji diri mereka sendiri, para politisi itu mendapatkan hutang dari para bankir. Sebagian besar APBN itu hanyalah untuk biaya rutin ini.
  13. Kata ‘rakyat’ yang maknanya sesungguhnya adalah ‘mereka yang dilindungi’, ditransformasikan menjadi ‘warga negara’, yang maknanya adalah ‘yang harus dipajaki’.
  14. Kelas politisi adalah kelas baru, ciptaan para bankir sejak Revolusi Perancis, sebagai pelindung mereka. Semula tak ada. Lalu ada, hanya jadi parasit dalam masyarakat.
  15. Pilkadal, dan Pemilu pada umumnya, adalah instrumen para bankir melahirkan kelas politisi, yang tugasnya menjamin kepentingan bankir, menjadi bumper di hadapan rakyat.
  16. Kelas politisi, yang memerintah maupun yang menjadi oposan, hanyalah para boneka. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan para bankir. Mereka yang mengatur semuanya.
  17. APBN bukanlah demi rakyat. Isinya adalah proyek-proyek, asal proyek, untuk menyerap investasi para bankir, kredit berbunga setiap tahunnya,  dengan atas nama ‘rakyat’.
  18. Hampir semua dana yang dihambur-hamburkan para politisi itu hasil ngutang tersebut, dengan bunga berbunganya, plus pemajakan atas rakyat. Penjarahan dari Segala Arah!
  19. Negara adalah hasil konspirasi para bankir dengan kelas politisi, demi utang berbunga, dengan warga negara sebagai agunan/jaminan. Inilah Negara Fiskal.
  20. Dalam negara fiskal ciptaan bankir ini, semuanya dikatakan ilegal, kecuali yang membayar pajak. Negara ada untuk memajaki warga. Demi cicilan utang berbunga
  21. Maka, jangan heran, makin hari pajak semakin luas, semakin mencekik, dan semakin ganas. Pajak tak bertepi. Itu demi para bankir, jaminan agar utang tercicil.
  22. Dulu, zaman kolonial, kita kenal Tanam paksa. Hari ini ‘tanam paksa’ berganti baju dengan ‘alat tukar paksa’, uang kertas tak bernilai, tujuannya sama: merampok harta warga.
  23. Dulu penindasan dipimpin oleh para ‘Gubernur Jenderal’, dengan tanam paksa dan sejenisnya tersebut. Hari ini ‘alat tukar paksa’ dipimpin oleh ‘Presiden’ atau ‘Perdana Mentri’.
  24. Dengan ‘tanam paksa’ yang bisa dirampok hanya mereka yang punya kopi, gula, lada, dll. Dengan ‘alat tukar paksa’ maka semua orang, termasuk fakir miskin, dirampok.
  25. Untuk memproduksi uang kertas, entah dengan nominal Rp 1000 atau 100 USD, ongkosnya sama sekitar 4 sen dolar   Selisihnya harus dbayar rakyat dengan harta dan tenaga.
  26. Uang kertas itu adalah sihir para bankir. Itu hanya angka-angka semata, yang diberi nama, dan dipaksakan oleh negara sebagai bernilai. Beda nama, beda nilai.
  27. Wahai rakyat, sadarilah kolonialisme dan imperialisme belum berakhir. Hanya berganti wajah dan modus belaka.
  28. Presiden, Perdana Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, yang rakyat pilih dalam Pemilu atau Pilkada, tidak memiliki kuasa. Mereka boneka saja.
  29. Prosedur pemilu itu pura-pura saja. Semua sudah diatur. semua sudah ditapis. Hanya beda tampilan dari penunjukan para demang kolonial
  30. Para cukong, para bankir, yang tidak tampak di mata rakyat, mengatur semuanya. Di balik layar mereka mengendalikan melalui kuasa uang.
  31. Jadi, bankir adalah mahkluk paling keji, manusia tak berhati, adalah lintah darat. Pemakan riba, yang kata Rasulullah  Salallahualaihi wa sallam, ‘36x lebih rendah dari pezina/pelacur’.
  32. Hanya saja, di mata masyarakat, mereka tampil elegan. Berjas berdasi, Dicitrakan sebagai penolong masyarakat. Profesi hebat. Dilindungi politisi.
  33. Negara, kolusi politisi dan bankir itu, tidak pernah benar-benar bekerja buat rakyat. Sebaliknya rakyat hanya dijadikan agunan untuk terus menyusu pada utang berbunga para bankir.
  34. Maka, rakyat harus belajar, dan menjalani hidup, tanpa ketergantungan apa pun pada negara. Merdekakan dirimu dan keluargamu dari para politisi! Dan dari para bankir.
  35. Mulai jauhi bank dan bankir. Kurangi gunakan uang kertas, produk sihir, jerat penindasan mereka atas rakyat. Tinggalkan sistem riba ini.
  36. Jalan keluarnya hanya itu. Taati perintah Allah SWT dan ikuti Rasul SAW: tinggalkan riba. Mulai tegakkan muamalah yang halal.
  37. Secara bertahap miliki n gunakan dinar emas dan dirham perak. Gunakan keduanya dalam transaksi, hingga emas dan perak kembali ke rakyat
  38. Pelajari dan pahami tentang muamalah dengan Dinar dan Dirham ini. Kunjungi situs yang ada. Baca buku dan risalah yang ada
  39. Organisir diri. Bangun jamaah. Ikuti yang telah memulainya. Datangi atau bangun pasar-pasar terbuka dengan Dinar dan Dirham.
  40. Ubah diri kita, agar Allah akan ubah nasib kita. Tegakkan yang haq, yakni muamalah, hingga yang batil, kapitalisme ribawi, musnah. End.
  41. Sekian
 sumber: http://zaimsaidi.com/author/zaimsaidi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar