Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa dilepaskan dari peran para pejuang muslim, atau lebih tepatnya kaum santri. Kurun 1943-1945 hampir semua pondok pesantren membentuk laskar-laskar, dan yang paling populer adalah Laskar Hizbullah dan Sabilillah.
Pada kurun waktu tersebut kegiatan
Pondok Pesantren adalah berlatih perang dan olah fisik. Bahkan
peristiwa-peristiwa perlawanan sosial politik terhadap penguasa
kolonial, pada umumnya dipelopori oleh para kiai sebagai pemuka agama,
para haji, dan guru-guru ngaji.
Pada 21 Oktober 1945, berkumpul para
kiai se-Jawa dan Madura di kantor ANO (Ansor Nahdlatul Oelama). Setelah
rapat darurat sehari semalam, maka pada 22 Oktober dideklarasikan seruan
jihad fi sabilillah yang belakangan dikenal dengan istilah “Resolusi
Jihad”.
Sejarah negeri ini ternyata tidak pernah
berkata jujur tentang peran Laskar santri yang terhimpun dalam
Hizbullah maupun laskar kiai yang tergabung dalam Sabilillah, dalam
berperang melawan penjajah. Ketika itu Hizbullah berada di bawah
Masyumi, dimana KH. Hasyim Asy’ari menjabat sebagai Ketua Masyumi.
Laskar Hizbullah (Tentara Allah) dan
Sabilillah (Jalan Allah) didirikan menjelang akhir pemerintahan Jepang,
dan mendapat latihan kemiliteran di Cibarusah, sebuah desa di Kabupaten
Bekasi, Jawa Barat. Laskar Hizbullah berada di bawah komando spiritual
KH. Hasyim Asy’ari dan secara militer dipimpin oleh KH. Zaenul Arifin.
Adapun laskar Sabilillah dipimpin oleh KH. Masykur. Konon, pemuda
pesantren dan anggota Ansor NU (ANU) adalah pemasok paling besar dalam
keanggotaan Hizbullah.
Peran kiai dalam perang kemerdekaan
ternyata tidak hanya dalam laskar Hizbullah-Sabilillah saja, tetapi
banyak diantara mereka yang menjadi anggota tentara PETA (Pembela Tanah
Air) yang merupakan cikal bakal terbentuk TKR, ABRI atau TNI. Menurut
penelitian Agus Sunyoto, dari enam puluh bataliyon tentara PETA, hampir
separuh komandannya adalah para kiai.
Patut diketahui, Hizbullah dan
Sabilillah adalah laskar rakyat paling kuat yang pernah hidup di bumi
Indonesia. Meskipun dalam sejarah, keberadaan laskar tersebut
disisihkan. Buktinya, perjuangan mereka tidak ditemukan dalam
museum-museum.
Sumber : Islamedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar