Tidak banyak muslim yang tahu bahwa 91 tahun yang lalu telah terjadi sebuah peristiwa yang sangat mempengaruhi perjalanan kehidupan umat Islam di seantero dunia. Persisnya pada tanggal 3 Maret 1924 Majelis Nasional Agung yang berada di Turki menyetujui tiga buah Undang-Undang yaitu: (1) menghapuskan kekhalifahan, (2) menurunkan khalifah dan (3) mengasingkannya bersama-sama dengan keluarganya.
Turki pada masa itu merupakan pusat pemerintahan
Khilafah Islamiyah terakhir. Kekhalifahan terakhir umat Islam biasa
dikenal sebagai Kesultanan Utsmani Turki alias The Ottoman Empire,
demikian penyebutannya dalam kitab-kitab sejarah Eropa. Kekhalifahan
Utsmani Turki merupakan kelanjutan sejarah panjang sistem pemerintahan
Islam di bawah Ridha dan Rahmat Allah yang berawal jauh ke belakang
semenjak Nabi Muhammad pertama kali memimpn Daulah Islamiyyah (Tatanan/Negara Islam) Pertama di kota Madinah.
Secara garis besar kita dapat membagi periode
sejarah kepemimpinan Islam ke dalam lima periode utama berdasarkan
sebuah Hadits Shahih Nabi riwayat Imam Ahmad.
تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ
ا للهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اَنْ يَرْفَعَهَا ،
ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، فَتَكُوْنُ مَا
شَاءَ اللهُ اَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ
يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ
اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ،
ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَّرِيًّا ، فَتَكُوْنَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ
تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ
تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، ثُمَّ سَكَتَ
“Periode an-Nubuwwah (kenabian) akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang periode khilafatun ‘ala minhaj an-Nubuwwah (kekhalifahan atas manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’aala mengangkatnya, kemudian datang periode mulkan aadhdhon (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa, selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan
(penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga
waktu yang ditentukan Allah ta’aala, setelah itu akan terulang kembali
periode khilafatun ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam,”(HR Ahmad 17680).
Periode pertama adalah Kepemimpinan langsung Nabi Muhammad yang disebut sebagai masa An-Nubuwwah (Kenabian). Periode kedua
merupakan Kepemimpinan para sahabat utama yakni Abu Bakar Ash-Shidiq,
Umar bin Khattb, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib yang dikenal
dengan julukan Khulafaur Rasyidin (Para khalifah yang adil,
jujur, benar dan terbimbing oleh Allah SWT). Di dalam hadits tersebut
periode ini dikenal sebagai periode Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang mengikuti Manhaj/Sistem/Metode/Cara Kenabian).
Sesudah itu, kata Nabi, pada periode ketiga umat Islam akan mengalami kepemimpinan para Mulkan ’Aadhdhon (Para Raja/Penguasa yang Menggigit). Kepemimpinan para Mulkan ’Aadhdhon
(Para Raja/Penguasa yang Menggigit) merupakan periode dimana umat
Islam memiliki para pemimpin yang tetap mengaku dan dijuluki sebagai
para Khalifah. Mereka masih menyebut pemerintahannya sebagai Khilafah Islamiyyah
(Kekhalifahan Islam), namun pola suksesi seorang khalifah kepada
khalifah berikutnya menggunakan cara pewarisan tahta laksana sistem
kerajaan turun-temurun. Periode ini bisa dikatakan merupakan periode
paling lama dalam sejarah Islam, ia berlangsung sekitar tigabelas abad,
semenjak Daulat Bani Umayyah, lalu Daulat Bani Abbasiyyah dan berakhir
dengan Kesultanan Utsmani Turki. Itulah sebabnya mereka dijuluki oleh
Nabi sebagai para Mulkan atau Raja-raja.
██ Expansion during the Rightly Guided Caliphate, 635-680
██ Expansion during the Umayyad Caliphate, 661-750
Map depicting the Ottoman Empire at its greatest extent, in 1683.
Kemudian disebut sebagai Mulkan ’Aadhdhon
(Para Raja/Penguasa yang Menggigit) karena betapapun keadaannya para
raja tersebut masih ”menggigit” Al-Qur’an dan As-Sunnah, dua sumber
utama nilai-nilai dan hukum-hukum Islam, kendati tidak sebaik para
Khulafaur Rasyidin yang ”menggenggam” Al-Qur’an dan As-Sunnah. Coba
bandingkan antara orang yang mendaki bukit dengan tali, tentu yang lebih
aman dan pasti ialah orang yang ”menggenggam” talinya sampai ke atas
daripada orang yang ”menggigit”-nya.
Itulah sebabnya kita jumpai dalam sejarah bahwa
pada periode ketiga (Para Raja/Penguasa yang Menggigit) Dunia Islam
tampak mengalami degradasi dibandingkan pada periode kedua (Kekhalifahan
yang mengikuti Manhaj/Sistem/Metode/Cara Kenabian). Namun demikian,
sebagai sebuah sistem, maka periode ketiga masih menyaksikan berlakunya
sistem Islam dalam hal pemerintahan. Masalahnya tinggal apakah person
yang memimpin merupakan sosok yang adil ataukah zalim. Ada kalanya adil
seperti Umar bin Abdul Aziz. Dan kalaupun Allah taqdirkan yang memimpin
adalah sosok yang zalim, maka kita temukan berbagai pandangan ulama di
masa itu yang melarang rakyat melakukan pemberontakan terhadap
pemerintah. Mengapa? Sebab sebagai sebuah sistem ia masih menjunjung
tinggi Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sejak tanggal 3 Maret 1924 umat Islam menjalani
kehidupan bermasyarakat dan bernegara tanpa kehadiran sistem
pemerintahan Islam Al-Khilafah Al-Islamiyyah. Seorang Yahudi Dunamah,
Penggila Budaya Barat, Pengagum Sekularisme dan juga seorang
pemabuk-pedansa bernama Mustafa Kemal memproklamir pembubaran sistem
pemerintahan Islam tersebut. Suatu pemerintahan yang sesungguhnya
merupakan warisan ideologis-sosial-politik-budaya umat yang bermula
sejak kepemimpinan Nabi Muhammad di kota Madinah 15 abad yang lalu. Dan
mulailah sejak saat itu umat Islam menjadi laksana anak-anak ayam
kehilangan induk, anak-anak yatim tanpa ayah serta gelandangan tanpa
rumah pelindung dari panasnya terik matahari dan dinginnnya hujan.
Sudah 91 tahun sejak peristiwa tragis tersebut
berlangsung. Sedemikian jauhnya pemahaman dan pengalaman umat Islam
mengenai realitas kehidupan di bawah naungan tatanan khilafah Islam
sehingga banyak muslim yang menyangka bahwa sistem kehidupan dengan
konsep nation-state dewasa ini merupakan sebuah sistem yang cukup memuaskan dan sudah final. Padahal kehidupan dengan sistem nation-state
bagi umat Islam merupakan sebuah kehidupan darurat laksana para
gelandangan yang terpaksa membangun bedeng sebagai rumah sementara
karena raibnya rumah mereka yang semestinya. Mungkin karena sudah
terlalu lama ”menikmati” hidup di bedeng-bedeng akhirnya mereka mulai
menyesuaikan diri dan terbius untuk meyakini bahwa memang sudah
semestinya mereka nrimo hidup tanpa pernah lagi punya rumah
semestinya. Awalnya hanya terpaksa menjadi gelandangan, lama kelamaan
secara sukarela meyakini dan menumbuhkan mentalitas gelandangan di dalam
jiwa…!
Lalu bagaimana gerangan nasib umat Islam
selanjutnya? Berdasarkan hadits Nabi riwayat Imam Ahmad tersebut
ternyata Nabi menggambarkan bahwa periode keempat umat Islam bakal hidup
”tanpa khilafah”. Periode tersebut Nabi sebut sebagai periode Mulkan Jabbariyyan
(Para Raja/Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Saudaraku, periode
itulah yang sedang kita lalui dewasa ini. Suatu periode dimana umat
Islam tidak saja kehilangan person khalifah yang layak memimpin
dan melindungi mereka, namun lebih jauh daripada itu mereka bahkan tidak
lagi dinaungi oleh sistem pemerintahan Islam bernama Khilafah
Islamiyyah. Inilah periode kepemimpinan Mulkan Jabbariyyan alias
para penguasa yang memaksakan kehendak yang berarti mengabaikan kehendak
Allah dan RasulNya. Inilah periode dimana umat Islam Babak Belur..!! Inilah periode paling kelam dalam sejarah Islam. We are living in the darkest ages of the Islamic history…!!
Kondisi di periode keempat ini menggambarkan dekadensi yang Nabi sebutkan dalam haditsnya sebagai berikut:
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ
بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ
“Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul berikutnya. Yang paling awal terurai adalah hukum dan yang paling akhir adalah shalat,” (HR Ahmad 45/134).
Praktis dewasa ini segenap simpul dari ikatan Islam
telah terurai seluruhnya. Sejak dari simpul hukum yang tercermin dengan
runtuhnya tatanan Khilafah hingga banyaknya muslim yang dengan
seenaknya meninggalkan kewajiban sholat tanpa rasa bersalah… Dewasa
ini umat Islam merasakan suatu kehidupan jahiliyyah modern
mirip dengan keadaan Nabi dan para sahabat pada periode pertama bagian
awal yakni ketika mereka berjuang melawan kejahiliyyahan di kota Mekkah
dan segenap jazirah Arab sebelum berhijrah ke Madinah.
Saudaraku, betapapun pahitnya periode keempat ini,
tidak selayaknya kita berputus asa apalagi sampai menerima sepenuhnya
sistem yang diberlakukan fihak musuh Islam di fase ini. Tidak selayaknya
kita kehilangan harapan bahwa sesungguhnya rumah sejati kita dapat
dibangun kembali. Kita hendaknya menyadari bahwa urusan kepemimpinan
merupakan giliran yang Allah taqdirkan akan senantiasa berubah-ubah di
dalam kehidupan dunia fana ini. Adakalanya giliran kepemimpinan
diberikan kepada umat Islam adakalanya diberikan kepada kaum kuffar.
Yang penting al-wala (loyalitas) kita terhadap al-haq di satu sisi dan al-bara (penentangan) kita terhadap al-batil di lain sisi harus tetap kita pelihara terus.
Sebab berdasarkan hadits periodisasi di atas kita
temukan harapan dimana Nabi menyatakan bahwa periode keempat ini
bukanlah periode terakhir sejarah umat Islam. Masih ada satu periode
lagi yang kita akan jelang, yaitu periode kelima berjayanya kembali umat ini dengan tegaknya kembali Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah
(Kekhalifahan yang mengikuti Manhaj/Sistem/Metode/Cara Kenabian). Umat
Islam akan menyaksikan munculnya kembali para pemimpin sekaliber
Khulafaur Rasyidin di akhir zaman. Umat Islam akan memiliki kembali rumah syar’i mereka Al-Khilafah Al-Islamiyyah, insyaAllah.
Yang paling penting dewasa ini umat Islam harus
memelihara kesabaran, istiqomah dan optimisme mereka akan masa depan.
Dan yang lebih penting lagi ialah hendaknya mereka berjuang sebagaimana
berjuangnya Nabi dan para sahabat di Mekkah sebelum adanya Daulah
Islamiyah Madinah. Mereka berjuang dengan fokus utama pada kegiatan da’wah mengajak manusia sebanyaknya kepada way of life Diin Al-Islam, tarbiyyah
mengkader para muslim untuk meningkat menjadi mukmin, muttaqin bahkan
mujahidin. Mereka tidak sedikitpun berkompromi dengan nilai-nilai dan
sistem jahiliyyah yang mendominasi saat itu. Mereka sibuk hanya
menjalankan program berdasarkan arahan dan bimbingan wahyu Allah dan
supervisi Nabi Muhammad.
Saudaraku, marilah kita pastikan diri ikut dalam
program menjemput datangnya periode kelima berdasarkan jalan yang
dicontohkan Nabi dan para sahabatnya. Jangan hendaknya kita malah
terlibat dalam program-program tawaran manusia yang sedang memimpin di
babak keempat ini sambil menyangka dan meyakini bahwa itulah jalan untuk
bisa mendatangkan kejayaan Islam. Tegaknya Khilafah tidak mungkin
mengandalkan negosiasi-negosiasi di meja perundingan dengan kaum kuffar
yang sedang mendominasi dunia dewasa ini. Atau mengharapkan jalannya
laksana melewati taman-taman bunga indah, apalagi sekedar mengandalkan “permainan kotak suara“.
Saudaraku, kembaliinya kejayaan Islam tentulah menuntut pengorbanan
yang sangat boleh jadi mengakibatkan tetesan airmata bahkan darah
karena harus menempuh jalan yang telah ditempuh Nabi dan para sahabatnya
yaitu ad-Da’wah al-Islamiyyah, At-tarbiyyah Al-Harakiyyah dan Al-Jihadu fii Sabilillah.
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan
hamba-hambaMu yang terdaftar ke dalam pasukan jihad Imam Mahdi. Ya
Allah, berilah kami salah satu dari dua kebaikan ’isy kariiman (hidup
mulia di bawah naungan SyariatMu) atau mut syahiidan (mati syahid).
Amin.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar