Sabtu, 25 Juli 2015

Selamat Datang Pertalite, Goodbye Premium



Pemerintah optimistis dirilisnya bahan bakar minyak (BBM) jenis baru, Pertalite bakal menggusur Premium. Kadar oktan yang lebih tinggi, Ron 90, diyakini akan membuat  masyarakat meninggalkan Premium yang merupakan BBM Ron 88.

"Iya pasti akan menggantikan Premium. Masyarakat yang sduah terbiasa membeli Pertalite, maka tak akan membeli Premium. Kan tak mungkin beli dua-duanya," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di kantornya, Jumat (24/7).

JK mengatakan kehadiran Pertalite akan memberikan alternatif pilihan BBM bagi masyarakat, yang selama ini terlalu bergantung pada Premium.

Solidaritas untuk Muslim Papua, Ribuan Umat Islam Solo Raya Ikuti Apel Siaga

Jum'at, 7 Syawwal 1436 H / 24 Juli 2015

Solo-apel siaga-3-jpeg.image 

Ba’da Shalat Jumat (24/7) ribuan umat Islam Solo Raya mengikuti Apel Siaga dalam rangka Solidaritas untuk Muslim Tolikara Papua.

Massa yang berjumlah hampir 8.000 orang itu berkumpul di Masjid Kota Barat dan dipimpin langsung oleh Ketua MUI Solo, Prof. Dr. dr. Zaenal Arifin Adnan dan Ketua Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) Dr. Muinuddinillah Basri, MA, menuju Bundaran Gladag.

Wakil Ketua MPR Pertanyakan Banyak Bendera Zionis Berkibar di Tolikara

Wakil Ketua MPR Hiidayat Nur Wahid saat Konferensi Pers bersama Komite Umat untuk Tolikara, Kamis (23-7-2015)-jpeg.image
Wakil Ketua MPR Hiidayat Nur Wahid (tengah) saat Konferensi Pers bersama Komite Umat untuk Tolikara, Kamis (23/7) (Foto: Republika)

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, dalam menangani masalah di Tolikara secara prinsip berbasis pada terciptanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab keutuhan NKRI harus dipertahankan.

“Masalah Papua ini sangat rentan dijadikan sarana oleh pihak asing untuk mengeluarkan Papua dari Indonesia, termasuk insiden Tolikara ini,” katanya saat menghadiri acara konferensi pers Komite Umat untuk Tolikara (Komat) di Jakarta, Kamis, (23/7).

Jumat, 24 Juli 2015

22 Juni, Seputar Piagam Jakarta: Soekarno Berkhianat & Bohong, Hatta Berdusta!

Hatta dan Soekarno

Tanggal 22 Juni adalah hari yang bersejarah. Piagam Jakarta ditandatangani. Inti dari Piagam Jakarta adalah pelaksanaan syariah Islam bagi kaum Muslimin—sebagai ganti republik ini belum menjadikan Islam sebagai Dasar Negara.

Tetapi, setelah itu kenyataan berbicara lain. Tanggal 17 Agustus  1945 yang merupakan hari gembira bagi bangsa Indonesia karena diproklamirkannya kemerdekaan, namun sehari setelah proklamasi, 18 agustus 1945, adalah hari kelam bagi Umat Islam Indonesia.  Pada hari itu kesepakatan antara umat Islam dengan kelompok nasionalis dan Non-Muslim dikhianati.

Tujuh kata yang menjamin penegakan syariat Islam  di Indonesia dihapus. “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” berganti menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.

Sehari Pasca Proklamasi, Umat Islam Dikhianati



Jika ingin negeri ini selamat, mari kembalikan Indonesia pada dasar Islam! Jangan lagi mau dikhianati…

Umat Islam di negeri ini tak akan pernah lupa, betapa politik kaum sekular begitu khianat dengan menelikung kesepakatan luhur (gentlement agreement), Piagam Jakarta. Sehari pasca kemerdekaan, lobi-lobi politik kelompok sekular dan Kristen berhasil menghapuskan sebuah tonggak sejarah bagi penegakan syariat Islam di negeri ini.

Psikolog Internasional Prof Malik Badri: Homoseksual bukan Bawaan Lahir



Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor bekerja sama dengan Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) dan The Center of Gender Studies (CGS) menggelar studium generale dengan tema “Homoseksual dan Gender dalam Perspektif Islam dan Psikologi, Selasa (29/5/2012).

INSISTS – Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor bekerja sama dengan Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) dan The Center of Gender Studies (CGS) menggelar studium generale dengan tema “Homoseksual dan Gender dalam Perspektif Islam dan Psikologi”, Selasa (29/5/2012).

Acara yang diselenggarakan di Gedung Program Doktor Pendidikan Islam UIKA ini menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Prof Dr Malik Badri, seorang pakar psikologi Islam dari Sudan, dan Dr  Hamid Fahmy Zarkasyi, pakar pemikiran Islam yang berbasis di Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor. Selain kedua pembicara, hadir juga Direktur Eksekutif INSISTS, Adnin Armas, yang bertindak sebagai moderator.