Oleh: Farhan Akbar Muttaqi [Jurnalis, Aktivis Kajian Islam Mahasiswa UPI Bandung]
“Talk Less, Do More.” Pernah melihat slogan tersebut? Bila dimaknai, slogan tersebut memberi kesan bagi pembacanya untuk tak banyak berbicara, dan sebaliknya memperbanyak bertindak. Seolah ada pertentangan antara 'berbicara' dan 'bertindak'. Berbicara dipojokkan sebagai sesuatu yang buruk, dan bertindak digaungkan sebagai sesuatu yang baik. Itulah maksud yang didapat dari slogan tersebut.
Padahal sebenarnya, bila dikaji dalam sudut pandang linguistik, berbicara dan bertindak bukanlah hal yang berlawanan. Bahkan justru keduanya merupakan hal yang saling terkait dan berkelindan. Dalam salah satu cabang kajian linguistik yang bernama Pragmatik, terdapat sebuah bahasan mengenai spech act (tindak tutur). Dalam kajian tersebut dikatakan bahwa sebenarnya tuturan—termasuk dalam pembicaraan--, hakikatnya adalah tindakan. Intinya, ketika seseorang berbicara, maka hakikatnya ia sedang bertindak.
“Talk Less, Do More.” Pernah melihat slogan tersebut? Bila dimaknai, slogan tersebut memberi kesan bagi pembacanya untuk tak banyak berbicara, dan sebaliknya memperbanyak bertindak. Seolah ada pertentangan antara 'berbicara' dan 'bertindak'. Berbicara dipojokkan sebagai sesuatu yang buruk, dan bertindak digaungkan sebagai sesuatu yang baik. Itulah maksud yang didapat dari slogan tersebut.
Padahal sebenarnya, bila dikaji dalam sudut pandang linguistik, berbicara dan bertindak bukanlah hal yang berlawanan. Bahkan justru keduanya merupakan hal yang saling terkait dan berkelindan. Dalam salah satu cabang kajian linguistik yang bernama Pragmatik, terdapat sebuah bahasan mengenai spech act (tindak tutur). Dalam kajian tersebut dikatakan bahwa sebenarnya tuturan—termasuk dalam pembicaraan--, hakikatnya adalah tindakan. Intinya, ketika seseorang berbicara, maka hakikatnya ia sedang bertindak.