Dalam kajian komunikasi massa, ada yang disebut teori Agenda Setting.
Teori ini menjelaskan betapa media massa merupakan pusat penentuan
kebenaran melalui pengalihan dan penentuan isu-isu yang dimunculkan
sebagai berita utama. Ada dua elemen yang ditransfer ke dalam pikiran
publik, yaitu kesadaran dan informasi mengenai isu-isu yang dianggap
penting dan “penting”.
Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) mengatakan hal ini untuk merespon Bom Sarinah, Kamis (14/1) yang menurutnya ada hubungannya dengan teori tersebut.
Menurut alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi dan mahasiswa Paska Sarjana Jurusan Komunikasi Politik ini, teori Agenda Setting (Setting Agenda) berkembang sejak 1965, ketika Walter Lippman mengemukakannya pertama kali. Para penganut teori ini sependapat berada dalam satu kubu paradigma, yang menganggap bahwa media sangat kuat, dan publik lemah. Media mengendalikan apa-apa saja pesan dan informasi yang harus disampaikan, dan masyarakat berada pada posisi pasif.
Tentu saja, terang Beni, bukan suatu yang dilarang bagi publik untuk bersikap kritis dan analitis ketika mencermati sebuah peristiwa yang menggemparkan atau dalam istilah media disebut Hot News.
“Bagi saya fakta di lapangan belum tentu merupakan realitas yang sesungguhnya. Tidak menutup kemungkinan ada agenda setting di balik layar dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti propaganda, pengalihan isu untuk menutupi sebuah skandal yang lebih berbahaya, guna dan untuk mengerahkan opini publik agar tidak fokus pada isu tertentu atau membuat publik cukup dikonsenkan dengan salah satu isu saja, termasuk isu terorisme,” ungkap Presiden Organisasi Pemuda Asia Afrika ini kepada redaksi, Jumat (15/1).
Ia menyebut agenda setting yang dimaksud, misalnya untuk “menutupi” kecurigaan-kecurigaan betapa masifnya akhir-akhir ini isu-isu yang krusial dan menyangkut kewibawaan kepemimpinan Jokowi-JK yang selama satu tahun terakhir ini kerap menuai kritik ketidakpuasan masyarakat. Isu-isu krusial itu, sebut Beni, dari mulai kegaduhan politik, melonjaknya harga bahan pokok, nilai tukar rupiah yang jatuh, Freeport, banyaknya oknum di partai penguasa yang terlibat skandal korupsi dan sebagainya.
“Maka untuk membuat kabur pemberitaan-pemberitaan di media massa tersebut akan hal begitu banyaknya problematika kebangsaan lagi-lagi publik dihadapkan pada berita-berita terorisme,” ujar Beni.
Sumber: Salam-online.com
Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) mengatakan hal ini untuk merespon Bom Sarinah, Kamis (14/1) yang menurutnya ada hubungannya dengan teori tersebut.
Menurut alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi dan mahasiswa Paska Sarjana Jurusan Komunikasi Politik ini, teori Agenda Setting (Setting Agenda) berkembang sejak 1965, ketika Walter Lippman mengemukakannya pertama kali. Para penganut teori ini sependapat berada dalam satu kubu paradigma, yang menganggap bahwa media sangat kuat, dan publik lemah. Media mengendalikan apa-apa saja pesan dan informasi yang harus disampaikan, dan masyarakat berada pada posisi pasif.
Tentu saja, terang Beni, bukan suatu yang dilarang bagi publik untuk bersikap kritis dan analitis ketika mencermati sebuah peristiwa yang menggemparkan atau dalam istilah media disebut Hot News.
“Bagi saya fakta di lapangan belum tentu merupakan realitas yang sesungguhnya. Tidak menutup kemungkinan ada agenda setting di balik layar dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti propaganda, pengalihan isu untuk menutupi sebuah skandal yang lebih berbahaya, guna dan untuk mengerahkan opini publik agar tidak fokus pada isu tertentu atau membuat publik cukup dikonsenkan dengan salah satu isu saja, termasuk isu terorisme,” ungkap Presiden Organisasi Pemuda Asia Afrika ini kepada redaksi, Jumat (15/1).
Ia menyebut agenda setting yang dimaksud, misalnya untuk “menutupi” kecurigaan-kecurigaan betapa masifnya akhir-akhir ini isu-isu yang krusial dan menyangkut kewibawaan kepemimpinan Jokowi-JK yang selama satu tahun terakhir ini kerap menuai kritik ketidakpuasan masyarakat. Isu-isu krusial itu, sebut Beni, dari mulai kegaduhan politik, melonjaknya harga bahan pokok, nilai tukar rupiah yang jatuh, Freeport, banyaknya oknum di partai penguasa yang terlibat skandal korupsi dan sebagainya.
“Maka untuk membuat kabur pemberitaan-pemberitaan di media massa tersebut akan hal begitu banyaknya problematika kebangsaan lagi-lagi publik dihadapkan pada berita-berita terorisme,” ujar Beni.
Sumber: Salam-online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar